Salah satu masakan Manado kesukaan saya adalah woku. Bertahun-tahun kemudian, barulah saya menyadari bahwa ada dua jenis masakan woku. Yang satu disebut woku belanga – karena dimasak di dalam belanga atau panci. Sedang yang lain disebut woku daun – karena dimasak dalam bungkusan daun pisang – mirip pepes, brengkes, atau pais.
Tetapi, kedua jenis masakan itu bumbunya persis sama. Bedanya, yang satu berkuah, dan yang satu lagi kering. Yang berkuah juga dapat ditambahi sedikit santan untuk membuatnya lebih gurih. Yang terakhir ini biasa disebut woku santan. Perlu dicatat di sini, bahwa sekalipun saya katakan bumbunya persis sama, tetapi sebetulnya tiap rumah punya “rahasia” masing-masing. Ada saja tambahan bumbu maupun rempah khas yang membuatnya beda satu sama lain.
Kebanyakan woku dipakai untuk memasak seafood: ikan, telur ikan, udang, cumi, kepiting. Tetapi, woku belanga juga umum dipakai untuk memasak ayam.
Untuk membuat woku belanga, biasanya orang menumis daun pandan, daun sereh, dan bawang putih. Kemudian ditambahkan bumbu-bumbu yang lain, seperti: rajangan kasar batang dan daun bawang, sobekan daun kunyit, daun jeruk, daun kemangi. Bumbu-bumbu yang sudah dihaluskan – bawang merah, bawang putih, kemiri, kunyit, lengkuas, jahe, garam, lada – pun ikut ditumis.
Setelah tumisan bumbu matang, potongan ikan atau ayam dimasukkan, kemudian ditambah sedikit air atau santan. Hasilnya adalah masakan yang sangat berempah, harum, lezat, dan segar. Kesegaran ikan atau ayam yang dimasak pun mencuat dengan cantiknya. Pemakaian bumbu-bumbu masakan Minahasa yang menimbulkan aroma harum – seperti pandan, kemangi, sereh – mengingatkan kita pada bumbu ngo hiong (five spices) dalam kuliner Tionghoa. Artinya, dining experience memang tidak hanya kepandaian lidah untuk meng-apresiasi, melainkan juga diperkuat oleh aroma masakan yang harum. Apalagi karena di Minahasa biasanya masakan ini dibuat berdasarkan pesanan. A la minute. Kita sudah mengendus aroma harum dari dapur sebelum masakan tiba di meja.
Belum lama ini, di RM “Ria Rio”, salah satu dari rumah-rumah makan yang banyak berderet-deret di sepanjang Pantai Kalasey, Manado, saya menemukan kepiting woku santan yang sungguh mak nyuss! Kepitingnya segar, berdaging, manis, dan kuah wokunya membuat saya melayang ke lapis langit ketujuh.
Saya juga suka telur ikan kakap yang dimasak dalam kuah woku santan. Untuk jenis masakan ini, sebaiknya tidak terlalu berkuah – alias nyemek dalam istilah Jawa. Woku berkuah encer lebih cocok untuk memasak ayam. Sri, staf rumah tangga kami di rumah, paling juara kalau masak ayam woku belanga. Untuk telur ikan woku belanga, RM “Dodika” di dekat rumah kami di Sentul City boleh juga dijagokan. Selain telur ikan, berbagai jenis kerang juga cocok dimasak woku nyemek ini.
Di Manado, belum lama ini, saya juga sempat dikejutkan oleh masakan woku daun dari RM “Puncak Manado”. Di Minahasa, ikan yang dipakai untuk masakan woku daun biasanya adalah ikan goropa (kerapu) atau ikan bobara (kuwe). Tetapi, di “Puncak Manado” yang dimasak adalah ikan sogili alias sidat atau belut air tawar berukuran besar.
Tahap awal memasaknya sama dengan yang dikemukakan tadi. Tetapi, setelah tumisan bumbunya matang, dan potongan ikan sogili sudah mencapai setengah matang, proses memasak sogili di belanga dihentikan. Sengaja tidak ditambahkan air atau santan, agar masakannya tidak berkuah. Masakan setengah matang tadi kemudian dibungkus dengan daun pisang, lalu proses pemasakan diteruskan di atas bara arang.
Di Minahasa, sogili adalah jenis ikan yang sudah mulai langka. Karena itu, RM “Puncak Manado” membudidayakan sendiri jenis ikan ini, agar pelanggannya dapat selalu menikmatinya. Karena itu, cukup banyak tamu yang memesan sogili woku daun untuk dibawa pulang ke Jakarta sebagai oleh-oleh.
Sogili woku daun adalah masakan yang sungguh memukau. Tekstur daging ikan sogili yang lembut kenyal, dibalut bumbu yang sangat kaya dan harum, membuatnya sungguh-sungguh finger-licking good. Bumbunya membuat nasi putih menjadi semakin nikmat disantap. Jenis sajian seperti ini sebaiknya tidak “ditabrakkan” dengan sambal Manado seperti rica-rica atau dabu-dabu karena memang membuatnya kurang padan (matching).
Bila ikan yang dipakai adalah goropa atau bobara, biasanya dilapis dulu dengan daun pepaya rebus, sebelum kemudian dibungkus daun pisang. Hingga sekarang saya belum menemukan jawaban yang memuaskan tentang fungsi balutan daun pepaya ini. Pasti tidak untuk membuat ikannya lebih empuk. Yang jelas, harum daun pandan dan kemangi dalam bumbu memang mengalahkan aroma daun pisang maupun daun pepaya yang membungkusnya. Yang juga jelas adalah bahwa daun pepaya ini merupakan tambahan sayur yang cocok untuk menghabiskan nasi.
0 komentar:
Posting Komentar
Kalau Berkunjung, jangan lupa beri komentarnya ya,,
You Comment..I Comment..
You Follow, I'll Follow Back..Okaaay..!! :)